Surat Pemberitahuan dan Batas Pembayaran Pajak

Sesuai dengan ketentuan yang berlaku di bidang perpajakan, Wajib Pajak diwajibkan menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) baik masa maupun tahunan, terkait hasil penghitungan dan pembayaran pajak yang terutang. Penyampaian SPT harus dilaksanakan sebelum jatuh tempo pelaporan pajak, sedangkan pembayaran pajak harus dilaksanakan sebelum jatuh tempo pembayaran. Pelanggaran terhadap jatuh tempo pelaporan maupun pembayaran akan berakibat pada timbulnya sanksi administrasi berupa denda, bunga, atau kenaikan.


A. Pengertian Surat Pemberitahuan
Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh Wajib Pajak (WP) digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan.

Terdapat dua macam SPT yaitu :
1. SPT Masa adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Masa Pajak.
2. SPT Tahunan adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak.

B. Pengisian dan Penyampaian SPT
1. Setiap Wajib Pajak wajib mengisi Surat Pemberitahuan dengan benar, lengkap, dan jelas, dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan menandatangani serta menyampaikannya ke kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
2. Wajib Pajak yang telah mendapat izin Menteri Keuangan untuk menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang selain Rupiah, wajib menyampaikan SPT dalam bahasa Indonesia dan mata uang selain Rupiah yang diizinkan.

C. Fungsi SPT
1. Wajib Pajak PPh
Sebagai sarana WP untuk melaporkan dan mempertanggung-jawabkan penghitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang :
a. pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam satu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak;
b. penghasilan yang merupakan objek pajak dan atau bukan objek pajak;
c. harta dan kewajiban;
d. pemotongan/pemungutan pajak orang atau badan lain dalam 1 (satu) Masa Pajak.

2. Pengusaha Kena Pajak
Sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggung-jawabkan penghitungan jumlah PPN dan PPnBM yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang :
a. pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran;
b. pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri oleh Pengusaha Kena Pajak dan/atau melalui pihak lain dalam satu Masa Pajak, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

3. Pemotong/ Pemungut Pajak
Sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggung-jawabkan pajak yang dipotong atau dipungut dan disetorkan.

D. Tempat pengambilan SPT
Setiap WP harus mengambil sendiri formulir SPT di Kantor Pelayanan Pajak (KPP), Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP), Kantor Wilayah DJP, Kantor Pusat DJP, atau dapat diunduh di situs DJP (www.pajak.go.id) atau mencetak/ menggandakan/ fotokopi dengan bentuk dan isi yang sama dengan aslinya.

E. Ketentuan Tentang Pengisian SPT
SPT wajib diisi secara benar, lengkap, jelas dan harus ditandatangani. Dalam hal SPT diisi dan ditandatangani oleh orang lain bukan WP, harus dilampiri surat kuasa khusus. Untuk Wajib Pajak Badan, SPT harus ditandatangani oleh pengurus/direksi.

F. Ketentuan Tentang Penyampaian SPT
1. Penyampaian SPT oleh WP dapat dilakukan :
a. Secara langsung ke KPP/KP2KP atau tempat lain yang ditentukan (Drop Box, Pojok Pajak, Mobil Pajak Keliling);
b. Melalui pos dengan pengiriman surat atau;
c. Dengan cara lain yaitu melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat atau e-Filing melalui penyedia jasa aplikasi atau ASP (Application Service Provider);
d. Untuk SPT PPh Wajib Pajak Orang Pribadi dengan menggunakan formulir 1770S atau 1770SS, dapat menggunakan aplikasi pada situs DJP (www.pajak.go.id) berupa aplikasi e-Filing (efiling.pajak.go.id).

2. Bukti penerimaan SPT untuk yang disampaikan :
a. secara langsung adalah tanda penerimaan surat;
b. e-Filing melalui ASP atau situs DJP adalah bukti penerimaan elektronik;
c. Pos dengan bukti pengiriman surat adalah bukti pengiriman surat; dan
d. Perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan adalah tanda penerimaan surat.

3. Batas waktu penyampaian :
a. SPT Masa, paling lama dua puluh hari setelah akhir Masa Pajak, kecuali untuk SPT Masa PPh Pasal 22, PPN dan PPnBM yang dipungut oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yaitu secara mingguan paling lama pada hari kerja terakhir minggu berikutnya, dan SPT Masa PPh Pasal 22, PPN dan PPnBM yang dipungut oleh Bendahara paling lama 14 hari setelah Masa Pajak berakhir. Untuk WP dengan kriteria tertentu yang melaporkan beberapa Masa Pajak dalam satu SPT Masa, paling lama 20 hari setelah berakhirnya Masa Pajak terakhir.
b. SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak orang pribadi, paling lama 3 (tiga) bulan setelah akhir Tahun Pajak, sedangkan untuk SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak badan, paling lama 4 (empat) bulan setelah akhir Tahun Pajak.

G. Penyampaian SPT melalui Elektronik (e-Filing)
Wajib Pajak dapat menyampaikan Surat Pemberitahuan secara elektronik (e-Filling) melalui perusahaan ASP yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak. Wajib Pajak yang telah menyampaikan Surat Pemberitahuan secara elektronik (e-Filling), wajib menyampaikan induk Surat Pemberitahuan yang memuat tanda tangan basah dan Surat Setoran Pajak (bila ada) serta bukti penerimaan secara elektronik ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar melalui Kantor Pos secara tercatat atau disampaikan langsung, paling lama 14 (empat belas) hari sejak tanggal penyampaian Surat Pemberitahuan secara elektronik.

Penyampaian Surat Pemberitahuan secara elektronik dapat dilakukan selama 24 (dua puluh empat) jam sehari dan 7 (tujuh) hari seminggu. Surat Pemberitahuan yang disampaikan secara elektronik pada akhir batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan yang jatuh pada hari libur, dianggap disampaikan tepat waktu.

H. Perpanjangan Waktu Penyampaian SPT Tahunan
Apabila Wajib Pajak baik orang pribadi maupun badan ternyata tidak dapat menyampaikan Surat Pemberitahuan dalam jangka waktu yang telah ditetapkan karena luasnya kegiatan usaha dan masalah-masalah teknis penyusunan laporan keuangan, atau sebab lainnya sehingga sulit untuk memenuhi batas waktu penyelesaian danmemerlukan kelonggaran dari batas waktu yang telah ditentukan, Wajib Pajak dapat memperpanjang penyampaian SPT Tahunan Pajak Penghasilan dengan caramenyampaikan pemberitahuan secara tertulis atau dengan cara lain misalnya denganpemberitahuan secara elektronik kepada Direktur Jenderal Pajak.

Pemberitahuan perpanjangan penyampaian SPT Tahunan Pajak Penghasilan harus disertai dengan penghitungan sementara pajak yang terutang dalam 1 (satu) Tahun Pajak dan Surat Setoran Pajak sebagai bukti pelunasan kekurangan pembayaran pajak yang terutang, dan disampaikan sebelum batas waktu penyampaian berakhir.

I. Sanksi Tidak Atau Terlambat Menyampaikan SPT
SPT yang tidak disampaikan atau disampaikan tidak sesuai dengan batas waktu yang ditentukan, dikenakan sanksi administrasi berupa denda :
1. SPT Tahunan PPh orang pribadi Rp 100 ribu;
2. SPT Tahunan PPh badan Rp 1 juta;
3. SPT Masa PPN Rp 500 ribu;
4. SPT Masa Lainnya Rp 100 ribu.

Pengenaan sanksi administrasi berupa denda tersebut tidak dilakukan terhadap :
1. Wajib Pajak orang pribadi yang telah meninggal dunia;
2. Wajib Pajak orang pribadi yang sudah tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas;
3. Wajib Pajak orang pribadi yang berstatus sebagai warga negara asing yang tidak tinggal lagi di Indonesia;
4. Bentuk Usaha Tetap yang tidak melakukan kegiatan lagi di Indonesia;
5. Wajib Pajak badan yang tidak melakukan kegiatan usaha lagi tetapi belum dibubarkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
6. Bendahara yang tidak melakukan pembayaran lagi;
7. Wajib Pajak yang terkena bencana, yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan; atau
8. Wajib Pajak lain yaitu Wajib Pajak yang dalam keadaan antara lain : kerusuhan massal, kebakaran, ledakan bom atau aksi terorisme, perang antar suku atau kegagalan sistem komputer administrasi penerimaan negara atau perpajakan.

Bagi Wajib Pajak yang alpa tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap dan dapat merugikan negara yang dilakukan pertama kali tidak dikenai sanksi pidana tetapi dikenai sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 200% dari pajak yang kurang dibayar.

Sanksi pidana juga dikenakan terhadap setiap orang karena kealpaannya tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dan perbuatan tersebut merupakan perbuatan setelah perbuatan yang pertama kali, didenda paling sedikit 1 (satu) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar, atau dipidana kurungan paling singkat 3 (tiga) bulan atau paling lama 1 (satu) tahun.

Setiap orang yang dengan sengaja tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap dan dapat merugikan negara, sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4(empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.

J. Pembetulan SPT
1. WP dengan kemauan sendiri dapat membetulkan Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan dengan menyampaikan pernyataan tertulis, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan, kecuali untuk SPT Rugi atau SPT Lebih Bayar paling lama 2 tahun sebelum daluwarsa, sepanjang belum dilakukan pemeriksaan.Dalam hal Wajib Pajak membetulkan sendiri Surat Pemberitahuan Tahunan yang mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar, kepadanya dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan atas jumlah pajakyang kurang dibayar, dihitung sejak saat penyampaian Surat Pemberitahuan berakhir sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.
Dalam hal Wajib Pajak membetulkan sendiri Surat Pemberitahuan Masa yangmengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar, kepadanya dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan atas jumlah pajak yang kurang dibayar, dihitung sejak jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.

2. Walaupun telah dilakukan tindakan pemeriksaan, tetapi belum dilakukan tindakan penyidikan mengenai adanya ketidakbenaran yang dilakukan Wajib Pajak, terhadap ketidakbenaran perbuatan Wajib Pajak tersebut tidak akan dilakukan penyidikan, apabila Wajib Pajak dengan kemauan sendiri mengungkapkan ketidakbenaran perbuatannya tersebut dengan disertai pelunasan kekurangan pembayaran jumlah pajak yang sebenarnya terutang beserta sanksi administrasi berupa denda sebesar 150% (seratus lima puluh persen) dari jumlah pajak yang kurang dibayar.

3. Walaupun Direktur Jenderal Pajak telah melakukan pemeriksaan, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum menerbitkan surat ketetapan pajak, Wajib Pajak dengan kesadaran sendiri dapat mengungkapkan dalam laporan tersendiri tentang ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan sesuai keadaan yang sebenarnya, yang dapat mengakibatkan:
a. pajak-pajak yang masih harus dibayar menjadi lebih besar atau lebih kecil;
b. rugi berdasarkan ketentuan perpajakan menjadi lebih kecil atau lebih besar.

K. Batas Waktu Pembayaran Pajak
1. Menteri Keuangan menentukan tanggal jatuh tempo pembayaran dan penyetoran pajak yang terutang untuk suatu saat atau Masa Pajak bagi masing-masing jenis pajak, paling lama 15 (lima belas) hari setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak.
2. Batas waktu pembayaran untuk kekurangan pembayaran pajak berdasarkan SPT Tahunan paling lama sebelum SPT disampaikan.

L. Sanksi Keterlambatan Pembayaran Pajak
Atas keterlambatan pembayaran pajak, dikenakan sanksi denda administrasi bunga 2% (dua persen) sebulan dari pajak terutang dihitung dari jatuh tempo pembayaran.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar